Sabtu, 25 April 2009

Ketika Api Terasa Sedingin Es

Ada fenomena menarik yang mengalir di pelupuk mata kita. fenomena yang terjadi bukan hanya di lingkaran hidup bahkan mungkin didalam diri kita.

Ada seseorang yang jauh dari warna hitam, satu ketika melakukan khilaf dengan maksiat. Malamnya bercucuran air mata, menangis menyesali perbuatannya, terpekur khusyu berdoa memohon ampunan....; Satu kali desakan dari hembusan-hembusan maut setan membuatnya mengulangi perbuatan maksiatnya...saat gelap malam kembali terpekur memohon ampunanNya, walau sudah tidak ada lagi cucuran air mata yang menemani. Demikian perbuatan tersebut di ulangi kembali ...tetapi sudah tidak ada lagi cucuran air mata penyesalan, tidak ada kekhusyuan doa memohon ampunanNya.

Ada seseorang yang sangat aktif dalam kegiatan keagamaan di SMA dulu, demikian pula menjadi aktifis masjid di kampus...kemudian dunia melahapnya dengan kerlap kerlip, hingar bingar, dan asyiknya kebebasan. Sogokan dulu ditentangnya....sekarang menjadi salah satu tujuan hidupnya.

Orang sudah mulai berhitung, menilai tapi dengan persepsinya. Kebaikan dan keadilan dipersepsikan dalam lingkup absurdnya nilai pemikiran dan panca indra kita. Ada sosok yang jelas-jelas mencuri..., dari mulai niat hingga perbuatannya, karena kepintarannya, membuat orang lain 'sungkan' menghukumi, dan 'lebih mudah' memaafkannya.

“Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu” (Qs Al Muminuun 71)

Dan Rasulullah pun Tegas berkata " Fatimah anak saya jikalau mencuri maka akan saya potong tangannya"

Kita harus memahami dasar ujian dari Allah agar munculnya kehati-hatian bukan kebutaan. Sebagai seorang Umar bin Khatab menjelaskan tentang hakekat iman " seakan-akan engkau berjalan di jalan penuh dengan duri, maka engkau akan berhati-hati dan menghindari duri-duri ...begitulah iman"

"Dan tanyakanlah kepada Bani Israel tentang Negeri yang terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu, di waktu datang kepada mereka ikan-ikan (yang berada di sekitar) mereka terapung-apung di permukaan air dan di hari-hari yang bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah kami mencoba mereka disebabkan mereka berlaku fasik"(Qs Al A'raaf 163) 

Masing-masing diri harus mau sejenak memikirkan pada titik-titik mana nafsu dunia begitu besar menggelora, dan berhati-hatilah di situlah Allah akan mengujinya.

Fenomena-fenomena di atas terjadi hampir diseluruh sisi-sisi kehidupan kita. Sehingga mulailah marak-marak perspektif ilahiyah dikalahkan oleh perspektif otak dan nafsu. Sogok menyogok dibungkus dengan kata hadiah, korupsi dibungkus dengan kepentingan dana sosial yg dibagikan ke masyarakat, uang-uang rakyat bertaburan di dewan terhormat negeri ini dengan sejuta alasan. Maksiat bertebaran, orang-orang yang meramaikan pesta maksiat di berbagai penjuru tempat lebih terhormat dibanding dengan orang-orang yang menjalani hidupnya dengan syar'i menikah mengikuti perpektif ilahiyah. Abdullah Gymnastiar seolah lebih busuk digambarkan dibanding kasus-kasus anggota dewan, tokoh masyarakat yang melahap tubuh-tubuh para wanita (yang sesungguhnya Islam sangat melindungi kedudukannya) dengan harga sangat murah satu juta, dua juta ....

Orang hamil di luar nikah dengan tenang tersenyum ...mudah kok tinggal ke dokter bayar sekian juta beres..., atau bahkan berapa banyak yang saat ini menikah dalam kondisi sudah berbadan dua. 

Kejahatan ini seolah telah menjadi gemerlap lampu-lampu menerangi malam, maksiyat sudah menjadi lagu cinta mendayu-dayu dinikmati, korupsi sudah seolah menjadi darah yang mengalir di tubuh setiap manusia....

Jika sudah terjadi seperti itu maka hati ini tertutup gelap, tidak punya sensitif sama sekali terhadap dosa. Seolah berlomba orang mengerjakan dosa-dosa. Ketika itulah Api menjadi terasa sedingin Es.

Maka tunggulah keputusan Allah...............