Kamis, 17 April 2008

Tolong beri sedikit lagi waktu untukku.....

Wajah senyum tersungging, keceriaan mewarnai, tatapan kejujuran terasa menusuk hati, sosok yang semua orang pasti senang berlama-lama untuk bersamanya. Sosok mungil anak yang seperti itu adanya, seperti itu tingkahnya....belum ada pikiran "hitam", dan "duri" rasa di hatinya.
Dibalik keceriaan, lembutnya tatapan wajah ..., rambut di kepalanya mulai terkikis habis. Tubuhnya penuh dengan warna merah tergores, tangannya terlihat titik-titik merah sebagai saksi dari jarum-jarum infus yang senantiasa mengoyaknya.
"Tuhan sayang sama aku, lihat mama yang dulunya bekerja terus berhenti untuk merawatku, tidak habis rizkinya, Tuhan selalu memberikan rizki buat mama, buat aku berobat" celotehnya membuat hati ini terenyuh " Tuhan sayang aku, mama cerita kalau Tuhan tidak akan memberikan cobaan yang melebihi kekuatanku, aku pasti kuat" mengalir semangat hidup dari ungkapan hatinya.
Kanker Getah Bening bersama tubuh itu, mendampingi tubuh yang masih terlihat rapuh dan belum bisa tegak bergerak. Bahkan menemani dalam keceriaan gerak candanya, dalam keseriusan membacanya, dan dalam kekhusyuan doanya, mendalam seakan sangat dekat dengan Tuhannya.
Tak terasa menetes air mata ini melihat semua itu, selalu saja Sang Penyayang mengingatkan diri dengan gambaran jelas, membenturkan hati ini dengan fenomena KekuasaanNya, dan menjatuhkan arogansi dengan kelembutan kisahNya.
Tubuh ini bergoncang hebat seakan tak kuat menyimpan rasa mendalam. Sang Pengasih tidak pernah berhenti mengalirkan kesejukan kasihnya tapi berjuta harapan diri menutupi sehingga rasa kasih itu seakan hilang larut dalam waktu. DekatNya yang menghangatkan diri menjadi sebuah beban yang menyesakan jiwa, UluranNya terabaikan dengan ramai & bisingnya warna warni dunia.
Apa yang akan kita lakukan ketika Tuhan mendampingi aktivitas kita seperti halnya sosok mungil di atas? Apakah Penyesalan? atau Tumbuhnya kebencian? atau frustasi? atau kedekatan dengan Sang Kekasih.
Bukannya TuhanNya mengalirkan sayang kepada kita, Tuhan memberikan sinyal untuk diri ini mempersiapkan perjumpaan dengan Sang Kasih. Tentunya tubuh ini bisa berdandan rapi, memakai wewangian, dan menyiapkan hadiah bagi Sang Kasih. Tentunya kita tidak ingin bertemu Sang Kasih dengan tubuh bergelimang lumpur, tercium bau busuk, tidak membawa apapun untuk sang Kekasih.
Berdandan rapi dengan senantiasa berbalut akhlaq Sang Kekasih, wewangian dengan halusnya hati untuk tidak iri, dengki, dan balutan penyakit-penyakit hati, dan menyiapakan hadiah untuk Sang Kekasih dengan Amal-amal TERBAIK kita.....
Ayo berdandan rapi, menggunakan wewangian dan mempersiapkan hadiah terbaik kita untuk Sang Kasih. ......lirih terdengar doa sang anak yang mungil dalam kesenyapan malam....Tuhan..Tolong beri sedikit lagi waktu untuk....

2 komentar:

diyah wulan mengatakan...

ini yah mas yang pengen di-review? saya baru baca sekilas, karena terlalu byk penggambaran (yang menurut Carmel Bird --di "Menulis dengan Emosi"-- bisa membuat pembaca cerdas, ehm kayak saya :)) akan merasa terlalu didikte untuk ngebayangin deskripsi anda. readers perlu ruang juga untuk ngembangin imajinasi dia sendiri, tul nggak.... btw, puitis bgt, mungkin akan lebih nikmat tuk jadi puisi lho.

e1 mengatakan...

Trm ksh masukannya, ada beberapa tulisan dalam blog ini yang dibuat dengan gaya berbeda, ada cerita mengalir tanpa bhs puitis, ada yg sgt puitis, ada yang campuran.
btw masukan2 rekan2 akan 'mencahaya' dalam mengalirkan ide & karya untuk senantiasa tetap di greenline...